Kepulauan Meranti, (potretperistiwa.com) - Aktivitas pelaku usaha kayu illegal logging (ilog) nampaknya masih marak terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, hal ini terpantau oleh LSM Independen Nasional Anti Korupsi (INAKOR) dan LSM Badan Pemantau Kebijakan Publik (BPKP) di sekitaran wilayah hutan yang berada di Desa Mengkikip Kecamatan Tebing Tinggi Barat pada Selasa (27/10/2020).
Menurut keterangan seorang masyarakat Desa Mengkikip tak ingin namanya disebutkan, bahwa aktifitas dari kegiatan usaha illegal loging diwilayah ini sudah cukup lama dengan tidak ada pencegahan maupun penindakan terhadap illegal loging tersebut.
“Sedikit ada keheranan saya terhadap pengusaha illegal logging ini, pihak mereka begitu tenang dan santai membawa kayu bulat hasil jarahannya di hutan tanpa ada rasa takut dan was-was” Tutur nara sumber yang enggan disebutkan namanya dari salah seorang masyarakat Desa Mengkikip yang ditemui Ketua LSM Inakor Provinsi Riau
Dia membeberkan, bahwa ilegal tersebut juga menggunakan alat berat jenis excavator diduga ada delapan unit dilokasi untuk buat Kanal Jalan Sungai untuk mengambil kayu itu, sekira ada orang yang bertanya mereka berdalih buat Kanal dan membersihkan lahan untuk kelompok tani.
“Padahal yang keluar dari hutan itu kayu bulat di ikat seperti rakit diletakkan sementara dipinggiran Sungai dekat Kilang Sagu Milik Acai sekaligus selaku Ketua Kelompok Tani yang rencana nya diduga akan diangkut pakai Kapal lalu dilansir kesungai rawa setelah itu akan diangkut mobil coldiesel dibawa ke Medan dengan ukuran yang bervariasi mulai ukuran diameter 30cm sampai yang sebesarnya dan dibawa keluar daerah untuk dijual, Jelasnya.
Para pelaku usaha Illegal Loging (illog) yang mengatasnamakan Kelompok Tani Swadaya Mandiri Jaya yang diketuai oleh Pak Acai, kalau kayu alam nya dikelola oleh orang kepercayaan nya Pak Brando yang berasal dari Kota Medan,semakin meraja lela tanpa ada merasa bersalah, dan berdalih juga sebagai pekerja disana itu masyarakat setempat.
Sementara itu Selaku Sosial Control dari LSM Inakor, Unandra saat dikonfirmasi Awak Media Selasa (02/02/2021) menjelaskan bahwa perbuatan dan kegiatannya ini melawan hukum tentang pelanggaran Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 pasal (92)ayat (1) tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, baik persorangan maupun kelompok. Begitu juga pasal 17 ayat 2 huruf a, ancaman pidana kurung singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sikit Rp.1.5.000.000.000 (satu milyar lima ratus juta) dan paling banyak Rp.5.000.000.000 (lima milyar rupiah), ujarnya.
Ditempat terpisah Ramlan Abdullah Ketua LSM BPKP DPD Kabupaten Kepulauan Meranti, mengatakan kelengkapan dalam pemenuhan MenLHK P.66/2019 yang jadi jagoan oknum tersebut hanya dianggap kamuflase.
" Seperti kita ketahui bersama bahwa hutan yang digarap di kawasan tidak ada sertifikat, regulasi pengerjaannya tidak sesuai aturan, Tempat penimbunan rakyat hasil kayu alam diluar kabupaten yang tempat pengambilannya" beber Ramlan.
Sambungnya , hal itu Diduga manipulasi SKSHH, karena yang diangkut 30 November 2020 sedang sekarang 02 Februari 2021.
Ditambahkannya ketidakjelasan ke Perusahaan apa yang dia jualkan dan sudah seberapa banyak hasil penebangan yang Dilapangan dengan Nota angkutan tersebut, cetusnya.
Ramlan Abdullah menyatakan sikap bahwa tidak perlu oknum aparat hukum melakukan pemaksaan kebenaran data, karena kita bisa cek langsung ke TKP, apakah datanya sesuai atau tidak, atau dokumennya seperti apa? Kalau yang ia perlihatkan itu hanya sipuhh dan TPKR, yang kita ketahui bersama, sekelas pimpinan Desa tersebut saja tidak mengetahui pasti operasi dan jenis lahan tersebut, sehingga pembuatan dokumen itu tidak memenuhi standar MenLHK sama sekali, tambah Ramlan Abdullah.
Untuk lebih mengetahui pembuatan dokumen tersebut mari kita simak Peraturan menteri LHK RI P.66/Menlhk/setjen/kum/1/10/2019 Tentang penataan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam
Bab 1 pasal ke 1 nomor 20 ialah laporan hasil cruising/LHC yang merupakan hasil pengolahan data pohon dari pelaksana kegiatan timber cruising pada peta kerja.
No.21 ialah tentang buku ukur yaitu catatan berupa hasil pengukuran pengujian kayu hasil penebangan dari blok kerja
No.22 yaitu laporan hasil produksi yang merupakan LHP atau Dokumen yang memuat data hasil tebangan pohon didasarkan buku ukuran.
Bab 11 (produksi)
Pasal 3 ayat 2 yaitu pelaksanaan timber cruising pohon yang rencana ditebang lalu dipasang lebel dan ID Barcode.
Yang berisi informasi tentang fungsi hutan, nomor Petak kerja, nomor Pohon, jenis pohon, ukuran diameter, tinggi pohon bebas cabang dan posisi pohon.
Pasal ke 4 ayat ke 3 huruf 1.B tentang Foto kopi sertifikat.(or)
Bagian ke 4 (pembuatan LHP)
Pasal ke 7 nomor 6 yaitu dalam hal LHP berasal dari dua atau lebih wilayah maka LHP dibuat masing masing kabupaten kota.
Paragraf ke 3 pasal ke 13 nomor 2 tentang format e-SKSHH bulat dan disertai surat angkutan lelang.
Bagian ke 4 (rekonsiliasi) pasal ke 26 yaitu untuk menjamin keakuratan data, kebenaran dan kesesuaian data Sipuhh data dilakukan rekonsiliasi data antara pemegang izin dan pengolahan hutan/industri primer/TPT-KB dengan administrasi.
“Tentunya dengan hal tersebut kita meminta kepada pihak terkait dan penegak hukum jangan tutup mata dan jangan terindikasi pembiaran terhadap pelaku, agar ada penindakan terhadap pelaku dan kegiatan illogi. Ini jelas merusak hutan dan dapat menimbulkan bencana alam berdampak pada orang banyak.” Cetus Unandra.***(tim)
Posting Komentar