Pekanbaru, (potretperistiwa.com) - Dalam era revolusi industri 4.0 membuka peluang bagi negara kita untuk maju, Teknologi informasi yang semakin mudah terakses hingga ke seluruh pelosok negeri menyebabkan semua orang dapat terhubung didalam suatu jejaring. Revolusi Industri 4.0 juga membawa peluang bagi setiap organisasi pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah di era ini adalah mempercepat digitalisasi keuangan pemerintah.
Transaksi keuangan pemerintah sudah mulai mengikuti perkembangan dunia usaha pada umumnya, dengan mulai mengganti semua transaksi yang sifatnya manual menjadi digital dan tersistem.
Upaya pemerintah dalam digitalisasi keuangan ditandai dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018, dimana dalam peraturan tersebut Presiden Joko Widodo telah mengamanatkan penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam Tata Kelola Pemerintahan baik di Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk memberikan pelayanan publik yang prima.
Digitalisasi transaksi keuangan di Pemerintah Pusat sudah berjalan lebih dulu dibandingkan di Pemerintah Daerah.
Tentu saja hal ini perlu digesa, oleh karenanya percepatan pencapaian dari SPBE tersebut diharapkan dapat didukung oleh keberadaan suatu tim yang dibentuk bagi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD).
Dalam mendukung SPBE, P2DD berupaya melakukan transformasi digital melalui Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) pada transaksi pendapatan dan belanja daerah.
Sejalan dengan itu, P2DD juga melakukan beberapa transformasi pada pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah, peningkatan layanan publik, dan tata kelola.
Hal tersebut dilakukan melalui pembentukan ketentuan atau regulasi, pembentukan kelembagaan, perbaikan implementasi, perbaikan infrastruktur, serta penguatan informasi dan data.
Dengan penerapan ETPD diharapkan akan memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah daerah sehingga lebih efisien, transparan, serta akuntabel, yang pada akhirnya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Guna mengakselerasi digitalisasi transaksi keuangan di Pemerintah Daerah dan mendukung akuntabilitas keuangan daerah, diperlukan lima upaya yang telah dicanangkan yaitu 1) Memperkuat regulasi di pusat dan daerah untuk mendorong percepatan elektronifikasi transaksi Pemda, 2) Memasifkan elektronifikasi transaksi pemda dan menciptakan ekosistem digital yang lebih luas melalui penyediaan infrastruktur TIK untuk mendukung layanan digital yang ideal dan tersebar guna mengurangi kesenjangan antar wilayah, 3) Mengintegrasikan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah secara nasional. 4) Meningkatkan sinergi Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan untuk penguatan ekosistem yang mendorong peningkatan layanan digital Bank Pembangunan Derah selaku bank Rekening Kas Umum Daerah, 5) Menyusun kerangka kebijakan implementasi elektronifikasi Pajak terkait kendaraan bermotor secara nasional, secara bersamaan Pemda juga memperluas kerjasama dengan marketplace terkait transaksi pajak dan retribusi daerah.
Saat ini, TP2DD telah dibentuk di setiap kabupaten/provinsi sesuai amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2021 tentang Tim Percepatan Dan Perluasan Digitalisasi Daerah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Serta Tata Cara Implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah, yang diketuai oleh Pimpinan Daerah dan berisi unsur-unsur Bank Indonesia, Sekretaris Daerah, Perwakilan Kementerian Keuangan, Bappenda, BPKAD, Inspektorat Daerah dan OPD-OPD terkait.
Di wilayah Provinsi Riau sendiri telah dibentuk pula Tim TP2DD baik tingkat Provinsi maupun 12 Kabupaten/Kota.
Tim ini mendorong percepatan digitalisasi di lingkup pemerintah daerah di Riau.
Bersama dengan Bank Riau Kepri Syariah sebagai bank penempatan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Pemerintah Daerah di Riau, tim TP2DD Riau telah melakukan upaya-upaya dalam mendorong penyediaan dan pemanfaatan layanan digital seperti : i) layanan SP2D Online dimana BRK Syariah dengan Pemerintah Daerah bersinergi untuk mengembangkan layanan penyaluran/pencairan dana APBD; ii) layanan Cash Mangement System (CMS) bagi satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan APBN sehingga tidak perlu datang ke bank lagi untuk melakukan pembayaran transaksi pemerintah; iii) layanan penerimaan pajak dan retribusi daerah secara digital dengan menggunakan QRIS, BRK Syariah Mobile, ATM dan mesin EDC yang terintegrasi secara host to host dengan masing-masing pemerintah kota/kabupaten; iv) layanan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Kinerja TP2DD di wilayah Riau cukup menggembirakan, menurut data dari Perwakilan Bank Indonesia Riau pada semester I 2022 ini Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (IETPD) mengalami peningkatan dimana sebanyak 13 Pemda di Riau sudah berstatus Digital semuanya.
Selain itu pula, Pemprov Riau masuk menjadi provinsi terbaik ketiga di Sumatera dalam pemilihan Championsip 2022 dan Kabupaten Kampar terpilih menjadi kabupaten terbaik kedua di Sumatera dalam Championship yang disampaikan pada acara Rakornas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah seluruh Indonesia.
Semua Pemda di Riau juga sudah menerapkan QRIS pada akses penerimaan pajak daerah maupun restribusi serta CMS pada transaksi belanja pemerintah.
Yang perlu didorong dan dimonitoring adalah transaksi dan sistem dan prosedur pelaksanaan anggaran di lingkup pemerintah daerah.
Tidak hanya berhenti sudah seluruh pemda menerapkan digitalisasi namun ternyata transaksi dan sisdurnya masih manual.
Digitalisasi daerah tidak hanya terbatas pada implementasi QRIS dalam penyetoran pendapatan daerah, dan CMS pada transaksi belanja pemerintah daerah saja, namun juga sekarang telah dimulai penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah untuk belanja daerah yang sifatnya operasional.
Dalam rangka mempercepat digitalisasi keuangan daerah, Kementerian Dalam Negeri baru-baru ini telah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan APBD.
KKPD ini merupakan kartu kredit yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dibebankan pada APBD.
Kebijakan KKPD ini perlu juga didorong oleh Tim TP2DD selain kebijakan lain yang sudah berjalan terlebih dahulu seperti QRIS, CMS.
Implementasi KKP yang sudah diterapkan di pemerintah pusat dalam transaksi uang persediaan di satuan kerja vertikal dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah.
Implementasi KKPD di wilayah Riau diawali dengan diterbitkannya KKPD oleh BRK Syariah bagi Pemerintah Provinsi Riau.
Walaupun BRK Syariah masih mengeluarkan KKPD dimana co-branding dengan Bank Mandiri, ditargetkan tahun depan BRK Syariah segera bisa mengeluarkan produk KKPD sendiri.
Penerbitan KKPD oleh BRK Syariah juga telah dilakukan di Pemerintah kota/kabupaten lainnya di wilayah Riau.
KKPD tersebut terdiri dari kartu kredit untuk keperluan belanja barang dan jasa serta belanja modal; dan kartu kredit untuk keperluan perjalanan dinas.
Kartu kredit untuk belanja operasional tersebut digunakan antara lain untuk belanja barang kebutuhan sehari-hari dan perkantoran, belanja pengadaan bahan makan, belanja barang untuk persediaan, belanja sewa, belanja pemeliharaan, belanja bahan bakar kendaraan dinas, belanja modal.
Sedangkan kartu kredit untuk keperluan perjalanan dinas meliputi komponen pembayaran transport, penginapan dan sewa kendaraan.
Petunjuk teknis terkait penggunaan dan penyelenggaraan KKPD di Pemerintah Provinsi Riau sedang dalam proses, mulai 1 Januari 2023 diharapkan implementasi penggunaan KKPD ini sudah dapat dilakukan bagi seluruh satuan kerja perangkat daerah di Riau.
Yang perlu diperhatikan pada awal implementasi KKPD ini adalah teknis di lapangan, di mana perlu disosialisasikan juga kepada merchant-merchant atau pelaku usaha yang ada di Riau bahwa KKPD ini memiliki kebijakan atau aturan khusus dari pemerintah, seperti tidak boleh dikenakan biaya surcharge.
Jika berkaca pada implementasi KKP di satuan kerja pemerintah pusat, yang menjadi kendala adalah belum semua pelaku usaha tersosialisasikan sehingga masih ada yang mengenakan biaya surcharge pada awal implementasi KKP.
Begitu juga dengan ketersediaan merchant yang belum banyak apalagi jika kita berada di daerah kabupaten yang kecil.
Kendala yang menyebabkan implementasi KKP pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat belum berjalan penuh yaitu komunikasi yang kurang jelas, kurangnya pemahaman pelaksana tentang tata cara implementasi KKP, belum dilakukannya evaluasi implementasi KKP, belum adanya pendelegasian wewenang secara resmi kepada pelaksana KKP, keengganan dari pelaksana untuk mengimplementasikan KKP, belum adanya reward dan punishment.
Tentu saja kendala ini dapat menjadi perhatian pemerintah provisinsi Riau sehingga dapat mengimplementasikan KKPD dengan lancar.
Dengan digitalisasi yang telah dilakukan pemerintah provinsi Riau diharapkan pengelolaan keuangan pemda lebih efektif, efisien dan akuntabilitas.
Yang perlu diperhatikan lagi adalah isu keamanan, jangan sampai KKPD yang telah diterbitkan bagi pengelolaan keuangan APBD disalah gunakan oleh oknum tertentu dan merugikan masyarakat tentunya.
Dengan demikian maka melalui tim TP2DD, kebijakan dalam rangka digitalisasi keuangan daerah perlu dikawal, di monitoring dan di evaluasi, jangan hanya berhenti pada saat launching atau kick off saja, namun keberlangsungan transaksi kedepannya harus tetap menjadi fokus kita. sebagai Penulis adalah, Agnes Sediana Milasari W. sebagai ASN Kanwil DJPb Prov. Riau, dan Tulisan ini hanya merupakan pendapat pribadi, bukan mewakili organisasi.***(Amir).
Posting Komentar