Jakarta, (potretperistiwa.com) - Kiai Abdul Basyir Hamzah, versi NU Online dimasukkan sebagai salah satu dari lima ulama pesantren di Indonesia yang memegang banyak sanad kitab kuning. Pada Rabu, 28 Agustus 2024, sang Kiai wafat.
Salah satu di antara daya tarik Kiai Abdul Basyir Hamzah dalam kajian kitab kuning adalah langgam atau nada irama yang beliau suarakan yang membuat santri tidak bosan. Ketika beliau membaca ibarat kitab kuning yang tidak ada tanda titik komanya, maka beliau biasanya memberi tambahan notasi seperti "iyooo, he-eeh".
Hal ini bertujuan supaya santrinya paham makna satu redaksi kalimat baik dalam susunan jumlah fi'liyah maupun jumlah ismiyyah secara utuh. Dalam istilah santri sekarang, Kiai Basyir Hamzah ingin menunjukkan diksi dalam susunan redaksi kitab kuning.
Selain menyisipkan kata "iyooo, he-eeh", Kiaia Basyir Hamzah juga memiliki cara untuk memetakan antara susunan kalimat inti (mubtadak-khabar atau fi'il-fail/naibul fail) dengan susunan kalimat keterangan yaitu dengan menggunakan notasi berbeda.
I'rab lafal pertama biasa dibaca mendawai-dawai, sedangkan i'rab lafal kedua biasa dibaca menghentak. Semisal: "Ayy hadza utawi iki-iku fasal - kitabus-shalati yoiku nerangake bab solat!". Hal ini berbeda dengan notasi beliau tatkala membaca i'rab kalimat keterangan yang justru dihentakkan pada awalannya. Itu adalah metode living nahwu-sharaf yang diperkenalkan Kiai Basyir saat mengajarkan kitab kuning.
Banyak santri dari luar pondok Al-Anwar Suburan Mranggen yang antusias mengikuti pengajian beliau. Sebab metode pengajarannya yang unik. Terutama pada saat beliau membuka ngaji kilatan di bulan Ramadhan untuk mengkhatamkan satu kitab.
Santri tidak mudah bosan, walaupun pengajian diagendakan dari pagi hingga sore hari. Dengan metode ini pula santri kilatan yang tertinggal "mencoret" makna per-kata dalam suatu kitab dapat mudah "mengejar" materi yang dibacakan Kiyai Basyir.
Pengalaman tahun pertama ikut kilatan kitab Al-Adzkar karya imam Nawawi, saya semula sering kedodoran dan tertinggal "mencoret" sebab belum banyak kosa kata bahasa Arab yang dikuasai. Akan tetapi setelah memahami rahasia di balik langgam ngaji Kiai Basyir, saya menjadi paham diksi-diksi kitab yang beliau bacakan.
Konon, cara penyampaian ngaji kitab kuning Kiai Basyir mirip dengan cara mengajar guru beliau, yaitu KH. Muslih bin Abdurrahman Mranggen. Sekalipun pengajian kitab yang digelar ialah pengajian kilatan yang cepat, akan tetapi santri terasa memaknai kitab bagaikan ngaji bandongan di hari-hari biasa.
Santri yang ngaji kilatan dengan Kiai Basyir rata-rata lengkap dalam menandai ikrob maupun menerjemahkan kata per-kata kitab kuning yang dipelajarinya. Hal inilah yang banyak dijadikan alasan santri-santri di luar pondok Al-Anwar untuk ngaji kepada Kiai Basyir.
Kiai Basyir adalah typical ulama pesantren yang istiqamah mengajar dan mengaji. Dalam mengajarkan kitab di hadapan para santrinya, beliau sering dijumpai masih memberi tanda ikrob dan menerjemahkan kata per-kata kitab yang dibacanya.
Semisal saat saya belajar dengan beliau dari kitab Tantidus Sharih, beliau selain membaca juga memaknai kitab tersebut. Begitu juga ketika mengajarkan kepada santrinya kitab Dakhlan Syarh Alfiyah, beliau terkadang masih memberi tanda ikrob dan terjemah kata per-kata kitab itu.
Kiai Basyir tidak sungkan-sungkan menjelaskan; mengapa melakukan itu? Beliau memberikan penjelasan bahwa kalau kita ingin belajar ngaji yang bersanad maka bukan sekedar kita tahu makna. Akan tetapi apa yang kita kaji harus benar-benar sama dengan yang dimaksud pengarang kitab.
Beliau ketika mengajarkan kitab yang belum benar-benar lengkap maknanya dan tanda ikrobnya serta catatan pinggir lainnya, maka biasanya beliau melakukan "muqobalah" dengan kitab yang lebih lengkap. Kiai Basyir memiliki rujukan kiai-kiai bersanad yang coretan makna kitabnya lengkap. Salah satunya adalah Kiai Ishaq. Menurut beliau bahwa Kiai Ishaq memiliki catatan kitab yang lengkap dari Kiai Muslih.
Oleh sebab itu, Kiai Basyir banyak melakukan muqobalah saat mengajar dan mengaji dengan kitab-kitab milik Kiai Ishaq. Menurut beliau, praktik semacam ini adalah menjadi ciri khas murid-murid Kiai Muslih. Jadi, sekalipun kita pernah belajar suatu kitab dan paham bahasa Arab akan tetapi ada beberapa baris kitab --apalagi banyak halaman yang belum dimaknai, maka kita harus muqobalah dengan kitab yang sama dan lebih lengkap sesuai sanad ilmu.
Beliau secara pribadi pernah bercerita kepada saya, bahwa bertahun-tahun kitab Tafsir Jalalain yang beliau hasilkan dari ngaji dengan Kiai Muslih terselip hilang dan lupa dipinjam siapa. Menurut beliau karena sewaktu dipinjam masih sama-sama menjadi santri Kiai Muslih. Beberapa tahun kemudian, Kiai Baidhowi Brabu Karangawen datang ke kediaman beliau untuk mengembalikan kitab Tafsir Jalalain.
Rupanya yang dahulu pernah meminjam kitab Tafsir Jalalain milik Kiai Basyir adalah orang tua Kiai Baidhawi yang saat itu menjadi santri senior Kiai Muslih. Kitab Tafsir Jalalain milik Kiai Basyir dipinjam sebab dianggap paling lengkap dari sekian kitab milik santri yang belajar langsung kepada Kiai Muslih.
Demikianlah, sekelumit catatan tentang ketelatenan dan ke-"open"-an Kiai Basyir Hamzah yang sangat luar biasa. Beliau adalah figur kiai panutan para santrinya. Kepergian beliau menghadap sang Ilahi Robbi semoga dapat mempertemukan beliau dengan guru-guru dan kiai-kiai beliau di dalam Jannatu Firdaus. Amiin
Sebagai penutup, perkenankan saya mengingat ketokohan beliau melalui bait-bait syair berikut ini
ودعا بذي العلم الشيخ عبد البصير
معلماً يرفع به المجد للضمير
نوراً على درب السُرُر يُهديك
وإلى المعالي يرفعك ويرفعك
في فصل درسه ينير العقول
ويحفظ لنا عهداً من كلّ جُهول
أنت الذي يروي النهر من علمك
ويغدق دروب النجاح على الكلّ
بفضلك نُصرت بهما المآثر
وجنيت من زرعك ثمار الأفكار
فلك الفضل في قلوبٍ تشعّ
وتنسج من دروسك أسمى الآثار
عالمنا صرحك وتعلم فينا
درب الرشاد، من العلم دينك
جزيل الشكر لك يا من رفعتنا
بالعلم سُرُرَ القلب نُزينك
M. Ishom el-Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)
Posting Komentar