Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya penyimpangan anggaran yang mencurigakan, berpotensi merugikan keuangan negara hingga Ratusan juta rupiah.
Ketua AMP, Saprudin Tanjung, menegaskan bahwa laporan yang diterima dari masyarakat terkait penyalahgunaan dana desa tidak bisa diabaikan begitu saja.
"Kami menerima laporan langsung dari warga yang merasa ada yang tidak beres dengan penggunaan dana desa di kecamatan ini. Setelah itu, kami turun ke lapangan untuk memastikan kebenaran laporan tersebut," ujar Saprudin Tanjung.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Perubahan (APBDes-P) Tahun 2023, terungkap bahwa sejumlah pekerjaan di empat desa tersebut diduga mengalami mark-up anggaran yang mencolok.
Misalnya, di Desa Gayau, pekerjaan rabat beton di Dusun Panorama dengan anggaran Rp 101.875.000,- untuk luas 140mx3m = 420 M, setelah dibagi permeternya menghabiskan anggaran yang fantastis yakni 242.000,- Permeter.
Menurut Saprudin Tanjung, pekerjaan tersebut seharusnya hanya menghabiskan anggaran Rp.150.000 per meter persegi itupun dipastikan kualitas yang terbaik. Jadi diduga ada kelebihan permeternya 92.000,- total mark up nya ialah Rp. 38.875.000,-.
Selain itu, proyek irigasi sawah sepanjang 160 meter dengan pagu Rp 85.090.000,- dan pembangunan pagar lapangan bola kaki dengan nilai Rp 56.285.000,- yang menggunakan pagar besi BRC 8mm, jika di hitung untuk ukuran 71MX2M harga tertinggi 180.000 X 142 M hanya menghabiskan anggaran kurang lebih Rp.25.560.000,- dan diduga ada kelebihan anggaran Rp. 30.725.000 seharusnya menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) namun tidak dilaporkan.
Tanjung menambahkan, "Kami menemukan sejumlah kejanggalan, seperti perbedaan antara anggaran yang dikeluarkan dengan volume pekerjaan yang dilaksanakan. Ini jelas merugikan negara, karena dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru diselewengkan." Ucapnya.
Di Desa Durian, temuan lebih mencengangkan. Tim AMP menemukan indikasi mark-up pada proyek rehabilitasi sumur bor senilai Rp 59.942.000,-. Dan pada Item Pembelian mesin pompa Submersible Groundfous 2 Hp dengan anggaran Rp 25.017.000,- juga menjadi sorotan, di mana harga pasar untuk barang serupa jauh lebih murah dengan spesifikasi yang sama Yakni sekitar 14 juta rupiah dan kedepan perlu pembuktian lebih lanjut.
Kemudian masih di desa durian, pembelian sapi sebanyak 4 ekor senilai Rp.60.000.000,- yang per ekornya dianggarkan 15 juta, menurut keterangan warga sekirar yang tak ingin disebutkan namanya, kepala desa Misriadi tidak transparan dalam mengelola dana desa karena sapi-sapi tersebut sampai saat ini belum jelas keberadaannya.
"Kami menduga sapi-sapi tersebut tidak dibelanjakan oleh kepala desa, sehingga kuat dugaan fiktif dan Kami menduga ada markup yang signifikan dalam pembelian alat dan bahan yang digunakan untuk pengerjaan sumur bor," ujar Saprudin Tanjung.
Tidak berhenti di situ, perjalanan AMP berlanjut ke Desa Banjaran. Di desa ini, dugaan korupsi semakin terbuka lebar.
Pekerjaan rehabilitasi jembatan gantung yang seharusnya dilakukan di dua titik, hanya terealisasi di satu titik yakni di Dusun 1 dengan anggaran Rp 17.170.000,-.
Sementara itu, jembatan gantung di Dusun 3 dengan anggaran Rp 20.230.000,- diduga fiktif, karena hingga saat ini jembatan tersebut tidak ada perbaikan sama sekali.
"Ini adalah bentuk penggelapan anggaran yang sangat jelas. Warga setempat sudah melaporkan, tetapi tidak ada perubahan apapun," ungkap Saprudin.
Selanjutnya, AMP juga mencatat adanya pekerjaan drainase yang seharusnya dibangun di Dusun Ranterejo 2 dengan anggaran sebesar Rp 84.970.000,-. Namun, menurut pengakuan warga setempat, tidak ada pembangunan drainase di dusun tersebut pada tahun anggaran 2023.
Selain itu untuk pekerjaan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) , yang seharusnya digunakan untuk pemeliharaan irigasi dengan anggaran Rp 35.050.000,-, Saprudin menilai bahwa kegiatan tersebut tidak lebih dari sekedar bentuk gotong royong tanpa ada alokasi dana yang jelas.
"Ini jelas sebuah penipuan terhadap negara dan masyarakat. Dana desa yang seharusnya digunakan untuk kegiatan nyata malah disalahgunakan," ujarnya dengan tegas.
Akhirnya, tim AMP melanjutkan investigasi ke Desa Paya, di mana mereka menemukan beberapa kejanggalan lainnya. Salah satunya adalah proyek rabat beton jalan usaha tani sepanjang 150m² dengan anggaran Rp 77.260.000,-.
Berdasarkan perhitungan AMP, biaya yang dikeluarkan per meter jauh lebih tinggi daripada standar harga pasaran, mencapai Rp 248.000,- per meter, sementara harga standar hanya Rp 98.400,- per meter.
Tidak hanya itu, pekerjaan drainase di Dusun Induk yang memakan anggaran sebesar Rp 39.420.000,- untuk total panjang 98 meter juga menimbulkan pertanyaan.
"Biaya per meter yang dikeluarkan mencapai Rp 402.224,-, jauh di luar kewajaran dan sangat mencurigakan," ungkap Tanjung.
Melihat temuan-temuan tersebut, Aliansi Masyarakat Pesawaran mendesak agar Inspektorat Kabupaten Pesawaran segera melakukan evaluasi dan audit terhadap penggunaan dana desa di empat desa ini.
“Kami meminta Inspektorat Kabupaten Pesawaran untuk turun tangan, melakukan evaluasi terhadap anggaran yang telah dikeluarkan, dan jika ada indikasi korupsi, kami mendesak agar dana yang diselewengkan dikembalikan ke kas negara,” tegas Tanjung.
Saprudin Tanjung saat di konformasi di kantornya juga mengingatkan bahwa jika permintaan ini tidak diindahkan dan tidak ada tindakan tegas dari pihak Inspektorat, maka pihaknya tidak akan segan untuk melaporkan temuan ini ke Aparat Penegak Hukum (APH) untuk proses hukum lebih lanjut.
"Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Jika evaluasi tidak dilakukan dan tidak ada langkah perbaikan, kami akan membawa masalah ini ke jalur hukum," tambahnya.
Menurut Saprudin Tanjung, kejadian ini harus menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat dan pemerintah, agar lebih transparan dalam pengelolaan dana desa.
"Dana desa seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Kami menghimbau agar masyarakat lebih aktif mengawasi penggunaan dana desa di lingkungan masing-masing," tutupnya. *** (lilis)
Posting Komentar